
Table of Contents
Yogyakarta & Bogor, Mei 2025 — Cuaca ekstrem yang melanda beberapa wilayah Indonesia dalam sepekan terakhir memicu bencana alam di dua kota besar: Yogyakarta dan Bogor. Hujan deras disertai angin kencang dan petir yang terjadi secara terus-menerus mengakibatkan banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan sejumlah kerusakan infrastruktur publik.
Kondisi ini membuat masyarakat setempat panik dan memaksa pemerintah daerah serta instansi terkait bergerak cepat melakukan penanganan darurat. Tak hanya itu, sejumlah aktivitas publik seperti sekolah, pasar, dan transportasi mengalami gangguan cukup parah.
Yogyakarta: Longsor di Perbukitan, Air Meluap di Kota
Wilayah Yogyakarta bagian utara dan barat, khususnya di daerah Sleman dan Kulon Progo, mengalami curah hujan ekstrem selama tiga hari berturut-turut. Hal ini memicu tanah longsor di kawasan perbukitan dan desa-desa yang berada di lereng gunung.
BPBD DIY mencatat sedikitnya 12 titik longsor terjadi dalam waktu 48 jam, menyebabkan akses jalan desa terputus dan sejumlah rumah warga rusak berat. Di Kecamatan Pakem, longsor menyebabkan dua warga mengalami luka berat dan harus dirawat di RSUP Dr. Sardjito.
Sementara di Kota Yogyakarta, saluran air meluap dan menyebabkan genangan di beberapa titik utama seperti Malioboro, Jalan Solo, dan kawasan Kridosono. Aktivitas ekonomi pun terganggu, dengan banyak toko dan warung tutup lebih awal akibat air masuk ke dalam bangunan.
Bogor: Banjir Bandang dan Pohon Tumbang
Di waktu yang hampir bersamaan, Bogor juga dilanda hujan deras dengan intensitas ekstrem. Daerah seperti Cisarua, Dramaga, dan Ciomas menjadi lokasi terdampak paling parah. Banjir bandang yang terjadi di Kecamatan Ciomas mengakibatkan lebih dari 50 rumah terendam dan dua jembatan penghubung putus total.
Di Jalan Raya Pajajaran, pohon besar tumbang menimpa dua mobil dan mengakibatkan tiga orang mengalami luka-luka. Sementara itu, aktivitas kereta api dari Stasiun Bogor sempat terganggu akibat banjir yang merendam jalur rel di kawasan Tanah Sareal.
Pemerintah Kota Bogor mengerahkan tim gabungan dari BPBD, Dinas PUPR, dan relawan setempat untuk melakukan evakuasi, pemotongan pohon, serta membersihkan material longsoran. Wali Kota Bogor menyatakan status siaga bencana selama tujuh hari ke depan.
Respons Pemerintah dan Lembaga Terkait
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa pola cuaca ekstrem ini merupakan dampak dari anomali suhu permukaan laut yang memicu pembentukan awan hujan sangat cepat di wilayah selatan dan barat Pulau Jawa.
BMKG memperingatkan masyarakat agar tetap waspada hingga akhir pekan karena potensi hujan lebat masih tinggi. Peringatan cuaca harian dan real-time dapat diakses melalui situs resmi BMKG. Sementara itu, BNPB mengirimkan bantuan logistik dan personel untuk mempercepat pemulihan pascabencana di dua wilayah tersebut.
Presiden RI juga menyampaikan keprihatinan atas situasi ini dan meminta kepala daerah untuk memperkuat koordinasi lintas instansi, serta menyiapkan tempat evakuasi, logistik, dan layanan medis di wilayah rawan.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Selain kerusakan fisik, cuaca ekstrem ini turut membawa dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Ribuan warga terpaksa mengungsi ke tempat aman, terutama di wilayah yang berada dekat dengan sungai dan lereng bukit.
Para pedagang kecil di kawasan Malioboro dan Pasar Bogor mengaku merugi karena harus menutup usaha selama dua hari berturut-turut. Aktivitas sekolah juga dihentikan sementara di beberapa titik karena akses jalan dan fasilitas umum rusak.
Kelangkaan air bersih dan pemadaman listrik menjadi isu tambahan yang memperparah kondisi warga, terutama di titik-titik pengungsian yang belum terjangkau bantuan secara merata.
Seruan Mitigasi dan Edukasi Bencana
Pakar kebencanaan dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Anjar Kurniawan, mengatakan bahwa bencana ini seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat edukasi masyarakat soal mitigasi bencana iklim.
“Kita harus mulai sadar bahwa perubahan iklim nyata dan membawa konsekuensi serius. Perlu ada penguatan sistem peringatan dini, serta edukasi berkala bagi warga, terutama di wilayah rawan,” ujarnya.
BMKG juga mendorong pemerintah daerah agar memasang lebih banyak alat deteksi dini seperti rainfall recorder dan sirine evakuasi untuk mengantisipasi kejadian serupa ke depan.
Kesimpulan
Cuaca ekstrem yang memicu bencana di Yogyakarta dan Bogor menjadi alarm penting bagi semua pihak. Banjir, longsor, dan kerusakan infrastruktur bukan hanya soal cuaca, tetapi juga kesiapan menghadapi realitas perubahan iklim.
Koordinasi antar instansi, kesiapan logistik, serta keterlibatan masyarakat dalam mitigasi bencana perlu diperkuat agar dampak dari cuaca ekstrem tidak terus berulang dan semakin parah. Pemerintah, akademisi, dan warga harus bersinergi untuk menghadapi tantangan iklim yang semakin tidak menentu.